BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
A.DISLOKASI
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan
segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
B.STRAIN
Adalah tarikan pada otot, ligament atau tendon
yang disebabkan oleh regangan (streech) yang berlebihan.
C.AMPUTASI
C.AMPUTASI
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih
diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan
bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan
ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala
masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang
lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
B. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memberikan
gambaran yang komprehensif tentang kejadian, faktor resiko dan pendekatan
standar serta membahas bagaimana menghindari penyakit dan menangani situasi ini jika terjadi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. DISLOKASI
1.
Pengertian
·
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk
sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi)
(brunner&suddarth).
·
Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan
segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
·
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis
lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka
mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata
lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi
pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena
terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga
terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
2.
Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Dislokasi congenital :Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2.
Dislokasi patologik :Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
3.
Dislokasi traumatic :Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak
dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa.
3.
Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
Dislokasi disebabkan oleh :
1.
Cedera olah ragaOlah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap
bola dari pemain lain.
2.
Trauma yang tidak berhubungan dengan olah ragaBenturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3.
TerjatuhTerjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin
4.
Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakankompenen
vital penghubung tulang
4.
Patofisiologi
Dislokasi
biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek
kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian
posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit
kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan
ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).
5.
Manifestasi
Klinis
Nyeri
terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan
menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau
pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
6.
Pemeriksaan
Penunjang
Dengan cara
pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan
memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa
Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk
sendi.
7.
Komplikasi
1)
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2)
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3)
Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi
bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur
40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi
2) Dislokasi yang
berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
8.
Penatalaksanaan
a. Dislokasi
reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
b. Kaput
tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
c. Sendi
kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar
tetap dalam posisi stabil.
d. Beberapa
hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang
berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
e. Memberikan
kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Asuhan
Keperawatan Dislokasi
1.
Pengkajian
a. Identitas
dan keluhan utama
b. Riwayat
penyakit lalu
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat masa pertumbuhan
e. Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian
: nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada
dislokasi anterior bahu.
2.
Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan discontinuitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
3. Ansietas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit
3.
Intervensi
Dx 1
a) Kaji
skala nyeri
b) Berikan
posisi relaks pada pasien
c) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
d) Kolaborasi pemberian analgesic
Dx 2
a)
Kaji tingkat mobilisasi pasien
b)
Berikan latihan ROM
c)
Anjurkan
penggunaan alat Bantu jika diperlukan
Dx. 3
a)
Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
b)
Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan
dijalaninya.
c)
Berikan
informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien.
B. STRAIN
1.
Pengertian
• Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau stress yang berlebihan.
• Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau stress yang berlebihan.
• Strain adalah robekan mikroskopis
tidak komplit dengan perdarahan ke dalam jaringan.(Smeltzer Suzame, KMB Brunner
dan Suddarth)
• Strain
adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulotendinous
(otot atau tendon).Strain akut pada struktur muskulotendious terjadi pada
persambungan antara otot dan tendon. Tipe cedera ini sering terlihat pada
pelari yang mengalami strain pada hamstringnya.Beberapa kali cedera terjadi
secara mendadak ketika pelari dalam melangkahi penuh.
2.
Etiologi
Pada strain akut :
• Ketika otot keluar dan
berkontraksi secara mendadak
Pada strain kronis :
• Terjadi secara berkala oleh
karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan
tendonitis (peradangan pada tendon).
3.
Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat
otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika
terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada
kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.
4.
Manifestasi
klinis
• Nyeri mendadak
• Edema
• Spasme otot
• Haematoma
5.
Komplikasi
• Strain yang berulang
• Tendonitis
6. Penatalaksanaan
• Istirahat Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat
penyembuhan
• Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan
mengontrol pembengkakan.
• Pemberian kompres dingin
Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
7. Klasifikasi
Strain
§
Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament.
• Gejala yang timbul :
§ Nyeri lokal
§ Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
• Tanda-tandanya :
§ Adanya spasme otot ringan
§ Bengkak
§ Gangguan kekuatan otot
§ Fungsi yang sangat ringan
• Komplikasi
§ Strain dapat berulang
§ Tendonitis
§ Perioritis
• Perubahan patologi
§ Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar.
• Terapi
§ Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
Yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament.
• Gejala yang timbul :
§ Nyeri lokal
§ Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
• Tanda-tandanya :
§ Adanya spasme otot ringan
§ Bengkak
§ Gangguan kekuatan otot
§ Fungsi yang sangat ringan
• Komplikasi
§ Strain dapat berulang
§ Tendonitis
§ Perioritis
• Perubahan patologi
§ Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar.
• Terapi
§ Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
§
Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
• Gejala yang timbul
§ Nyeri local
§ Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
§ Spasme otot sedang
§ Bengkak
§ Tenderness
§ Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
• Komplikasi sama seperti pada derajat I :
§ Strain dapat berulang
§ Tendonitis
§ Perioritis
• Terapi :
§ Impobilisasi pada daerah cidera
§ Istirahat
§ Kompresi
§ Elevasi
• Perubahan patologi :
§ Adanya robekan serabut otot
Yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
• Gejala yang timbul
§ Nyeri local
§ Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
§ Spasme otot sedang
§ Bengkak
§ Tenderness
§ Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
• Komplikasi sama seperti pada derajat I :
§ Strain dapat berulang
§ Tendonitis
§ Perioritis
• Terapi :
§ Impobilisasi pada daerah cidera
§ Istirahat
§ Kompresi
§ Elevasi
• Perubahan patologi :
§ Adanya robekan serabut otot
§
Derajat III/Strain Severe (Berat)
Yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak yang cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
• Gejala :
§ Nyeri yang berat
§ Adanya stabilitas
§ Spasme
§ Kuat
§ Bengkak
§ Tenderness
§ Gangguan fungsi otot
• Komplikasi ;
§ Distabilitas yang sama
• Perubahan patologi :
§ Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
• Terapi :
§ Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.
Yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak yang cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
• Gejala :
§ Nyeri yang berat
§ Adanya stabilitas
§ Spasme
§ Kuat
§ Bengkak
§ Tenderness
§ Gangguan fungsi otot
• Komplikasi ;
§ Distabilitas yang sama
• Perubahan patologi :
§ Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
• Terapi :
§ Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.
Asuhan Keperawatan strain
a. Pengkajian
§
Kajian nyeri
ü Apa yang dilakukan pasien sebelum dirasakan nyeri?
ü Apakah nyeri terlokalisasi?
ü Bagaimana pasien menjelaskan nyeri?
ü Apakah nyeri menjalar?
ü Apa yang dilakukan pasien sebelum dirasakan nyeri?
ü Apakah nyeri terlokalisasi?
ü Bagaimana pasien menjelaskan nyeri?
ü Apakah nyeri menjalar?
§
Inpeksi umumnya untuk mengetahui perkembangan
edema,memantau luka dikulit.
§
Palpasi sendi untuk mengetahui sensitifitas
dan perkembangan jaringan lunak yang banyak teraba keras
§
Observasi tingkat keterbatasan mobilitas sendi
yang terserang
b. Diagnosa Keperawatan
Dx I
Nyeri b/d spasme otot
§
Intervensi
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring/istirahat
v Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
v Dorong pasien mendiskusikan masalah sehubungan dengan cidera
v Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
v Berikan alternative tindakan menyamankan seperti pijatan
v Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba/mendadak
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring/istirahat
v Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
v Dorong pasien mendiskusikan masalah sehubungan dengan cidera
v Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
v Berikan alternative tindakan menyamankan seperti pijatan
v Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba/mendadak
Dx II
Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri
Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri
§
Intervensi
v Anjurkan untuk istirahat selama masih mengalami nyeri
v Anjurkan untuk membatasi aktivitas yang berlebihan,seperti mengangkat beban yang berat
v Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
v Anjurkan untuk istirahat selama masih mengalami nyeri
v Anjurkan untuk membatasi aktivitas yang berlebihan,seperti mengangkat beban yang berat
v Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
§
Dx III
Kerusakan intregitas jaringan b/d adanya cedera
Intervensi
v Awasi adanya edema dan perdarahan pada area yang luka
v Berikan perawatan luka
v Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri
Kerusakan intregitas jaringan b/d adanya cedera
Intervensi
v Awasi adanya edema dan perdarahan pada area yang luka
v Berikan perawatan luka
v Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri
C. AMPUTASI
1.
Definisi
Amputasi adalah pengangkatan
melalui bedah / traumatik pada tungkai.
2.
Etiologi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi tindakan amputasi, antara lain :
1. Penyakit arteri perifer kronis
2. Trauma
3. Frosbite
4. Kanker tulang
5. Infeksi berat (gangrene gas /
osteomielitis)
Indikasi
utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia
karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien
dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma
amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan
kelainan kongenital.
3.
Kalisifikasi
1. Amputasi terbuka
Dilakukan
untuk infeksi berat, yang meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada
tingkat yang sama.
2. Amputasi tertutup
Menutup
luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira 2 inci
lebih pendek daripada kulit dan otot.
4.
Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat
mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari
seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang
melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi
pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
a. Amputasi
dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi
pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada
pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis.
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur.
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma.
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong
saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom
sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan
obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
5.
Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi
dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of
paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang harus
direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak
diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan
konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat
tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi
nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah
pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi
setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu,
setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing
ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita,
tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan
kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing
dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila
ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft
dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat
secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang
yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan
elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump
dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal
bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya
luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan
sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri
setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14
post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak
meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya kontraktur.
6.
Pemeriksaan Diagnostik
§ Foto
rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
§ Skan
CT :
Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma.
§ LED
: Mengindikasikan respons inflamasi
§ Kultur
luka : Mengidentifikasi
adanya luka / infeksi dan organisme penyebab.
§ Biopsy
: Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.
Asuhan
Keperawatan Amputasi
1.
Pengkajian
a.
Keluhan
Utama
b.
Riwayat
Kesehatan
c.
Riwayat
Psikososial
d.
Pemeriksaan
Fisik
e.
Riwayat Spiritual
f.
Aktivitas
Sehari-hari
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Tgl 14 Januari
2008
Nilai Normal
LED
50
Hb 13.4 gr
%
12-16 gr/dL
Ht 38
%
37-49 %
Leukosit 7.400
gr/dl
4.8-10.8 x 103/mm3
Jenis leukosit :
N. Batang 3
%
2-6 %
N. Segmen
39
%
50-70 %
Limfosit 58
%
20-40 %
Trombosit 310.000
gr/dl
150-400 x 103/mm3
Waktu Pendarahan 2’00’’
Waktu Pembengkuan 7’00’’
Terapi Medis :
Mefenamad Acid 3x50 mg
Captopril 3x25 mg
HCT 1x1
Clindomycin 3x300 mg
Vitamin C 3x100 mg
b) Pengelompokan Data
A. Data Subjektif
§ Klien mengatakan rasa takut apabila
ada perawat yang akan melakukan perawatan.
§ Klien mengatakan ada luka di
kakinya.
§ Klien mengatakan memerlukan alat
Bantu berjalan untuk melakukan aktifitas.
§ Klien mengatakan gelisah saat
dilakukan perawatan luka.
B. Data Objektif
§ Terdapat luka post amputasi dan skin
graft di ekstremitas bawah
§ ADL dibantu oleh perawat dan
keluarga
§ Ekspresi wajah takut apabila akan
dilakukan perawatan luka oleh perawat.
§ Penderita bertanya-tanya tentang
penyakitnya.
§ Vital sign :
TD. 180/100 mmHg
Sb. 36.20 C
N. 70 x/mnt
R. 22 x/mnt
Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|||||||||
1.
|
Data Subjektif :
§ Klien mengatakan memerlukan alat
Bantu berjalan untuk melakukan aktifitas.
Data Objektif :
§ Terdapat luka post amputasi dan
skin graft di ekstremitas bawah
§ ADL dibantu oleh perawat dan
keluarga
|
Kehilangan organ tubuh
Imobilitas
|
Kerusakkan Mobilitas Fisik
|
|||||||||
2
|
Data Subjektif :
§ Klien mengatakan rasa takut
apabila ada perawat yang akan melakukan perawatan.
§ Klien mengatakan gelisah saat
dilakukan perawatan luka.
Data Objektif :
§ Ekspresi wajah takut apabila akan
dilakukan perawatan luka oleh perawat.
§ Penderita bertanya-tanya tentang
penyakitnya.
|
Luka
Proses penyembuhan
Bertanya-tanya
Gelisah
Ekspresi takut
|
Ansietas
|
|||||||||
3
|
Data Subjektif :
§ Klien mengatakan ada luka di
kakinya.
Data Objektif :
§ Terdapat luka post amputasi dan
skin graft di ekstremitas bawah
§ Vital sign :
TD. 180/100 mmHg
Sb. 36.20 C
N. 70 x/mnt
R. 22 x/mnt
|
Luka pembedahan
Hilangnya kontunuitas jaringan
kulit
|
Kerusakkan intergritas kulit
|
2.
Diagnosa Keperawatan
Untuk
klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
1. Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan
konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan
rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan otot.
4. Gangguan
pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan
dalam merawat diri.
5. Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial
kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial
infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
4.
Perencanaan
1. Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang :
Mobilisasi fisik terpenuhi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan
anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi
dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot
terpelihara.
- Klien dapat melakukan
ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan
bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi
klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui
derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat
menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk
menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan
dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan
mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien
seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi
demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan
oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3
– 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian
posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti
posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien
untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan
perubahan fisik.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien dapat
menerima keadaan fisiknya.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat meningkatkan body
image dan harga dirinya.
- Klien dapat berperan serta
aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan
rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan otot.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Nyeri
berkurang atau hilang
· Jangka Pendek :
- Ekspresi wajah klien tidak
meringis kesakitan
- Klien menyatakan nyerinya
berkurang
- Klien mampu beraktivitas
tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1.) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump
lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri.
2.) Evaluasi derajat nyeri,
catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda
vital dan emosi.
Rasional : Merupakan
intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi
reaksi nyeri.
3.) Berikan teknik penanganan
stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk
mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian klien dialihkan
pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang
menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4.) Kolaborasi pemberian
analgetik
Rasional : Analgetik dapat
meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat membloking
rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan
pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan
dalam merawat diri.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien
dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
· Jangka Pendek :
- Tubuh, mulut dan gigi bersih
serta tidak berbau.
- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan
meja klien bersih dan rapih.
- Klien mengatakan merasa
nyaman.
b. Intervensi :
1.) Bantu klien dalam hal mandi
dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di
pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan
menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong kemandirian
klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2.) Bantu klien dalam mencuci
rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu
klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku
terpenuhi.
3.) Anjurkan klien untuk
senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan
membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien
dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
· Jangka Pendek :
- Kulit bersih dan
kelembaban cukup.
- Kulit tidak berwarna merah.
- Kulit pada bokong tidak
terasa ngilu.
b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga
untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun
mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit
sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2.) Pelihara kebersihan dan
kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang
bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya
mikroorganisme.
3.) Anjurkan pada klien untuk
merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah
penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
6. Resiko
tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang :
Kontraktur tidak terjadi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat melakukan latihan
rentang gerak.
- Setiap persendian dapat
digerakkan dengan baik.
- Tidak terjadi tanda-tanda
kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1.) Pertahankan peningkatan
kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut,
tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat
tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.
Rasional : Peninggian
menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari panggul.
2.) Tempatkan klien pada posisi
telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan
dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya
berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu mempertahankan
tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3.) Tempatkan rol trokanter
disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur
adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.
4.) Mulai latihan rentang gerak
pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul
terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang
gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial
infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Infeksi
tidak terjadi
· Jangka Pendek :
- Luka bersih dan kering
- Daerah sekitar luka tidak kemerahan
dan tidak bengkak.
- Tanda-tanda vital normal
- Nilai leukosit normal (5000 –
10.000/mm3)
b. Intervensi :
1.) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor
bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat ditanggulangi.
2.) Gunakan teknik aseptik dan
antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik
dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi
tidak terjadi.
3.) Ganti balutan 2 kali sehari
dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti
balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan peralatan
yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4.) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED
untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda infeksi.
5.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan
suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah merupakan salah
satu terjadinya infeksi
Kontraksi
Isotonik
Ketika otot bekerja dengan kontraksi
secara isotonik maka bagian tubuh dimana otot melekat akan bergerak. Kontraksi
isotonik memiliki 2 tipe yaitu :
1. Kontraksi isotonik memendek (kontraksi konsentrik)
Ketika
suatu otot berkontraksi dan kedua titik perlekatan otot tersebut saling
mendekati satu sama lain, maka kontraksi tersebut dikenal sebagai kontraksi
isotonik memendek. Sebagai contoh, ketika lengan diangkat ke samping dan
abduktor shoulder berkontraksi dengan isotonik memendek.
2. Kontraksi isotonik memanjang (kontraksi eksentrik)
Ketika
perlekatan suatu otot bergerak secara perlahan menjauhi satu sama lainnya dari
titik perlekatannya dan otot tersebut menghasilkan gerakan dalam pola yang
terkontrol, maka aksi otot tersebut disebut dengan kontraksi isotonik
memanjang. Sebagai contoh, ketika tubuh dalam posisi berdiri tegak dan lengan
diturunkan dari adduksi ke adduksi maka abduktor shoulder akan mengontrol
gerakan tersebut dan bekerja secara isotonik memanjang.
Di
tempat-tempat latihan kebugaran, kita biasa berlatih crunch, squat, push up dan
lain-lain, untuk mengencangkan otot-otot pantat, paha dan pinggang (P3). Namun,
jika tidak mendapatkan kemajuan dalam waktu singkat, mungkin otot-otot memerlukan
tantangan yang lebih besar.
Dalam
kesempatan ini akan dibicarakan tiga cara latihan yang sebenarnya merupakan
cara lama. Meskipun demikian, hasilnya cukup bagus untuk otot-otot dan
persendian yang ada di bagian pantat, paha dan pinggang. Bila Anda merasa lelah
ketika melakukan latihan-latihan ini karena harus melakukannya denga cara atau
sikap yang bagus, jangan segan-segan untuk beristirahat sejenak.
Gerakan-gerakannya
1.
Agar badan tidak condong ke depan,
gunakan tongkat atau gagang sapu. Beristirahatlah dengan kedua kaki terbuka
selebar pinggul. Peganglah tongkat seperti terlihat dalam gambar, tepat
sepanjang tulang punggung. Sebaiknya tongkat menyentuh bagian belakang kepala,
bagian atas punggung dan tulang ekor.
Secara perlahan-lahan melangkahlah dengan lebar ke depan, kaki kanan seperti akan berjalan. Bengkokkan kedua lutut kiri sejauh mungkin yang Anda bisa, tetapi masih terasa enak dan tongkat tetap menyentuh tiga titik tersebut di atas. Kemudian, kembalilah ke posisi awal. Gantilah posisi tangan dan ulangi dengan kaki yang lain. Lakukan gerakan ini 12 kali ulangan.
Secara perlahan-lahan melangkahlah dengan lebar ke depan, kaki kanan seperti akan berjalan. Bengkokkan kedua lutut kiri sejauh mungkin yang Anda bisa, tetapi masih terasa enak dan tongkat tetap menyentuh tiga titik tersebut di atas. Kemudian, kembalilah ke posisi awal. Gantilah posisi tangan dan ulangi dengan kaki yang lain. Lakukan gerakan ini 12 kali ulangan.
2.
a.
Berdirilah dengan kedua kaki terbuka
selebar pinggul. Kedua lutut sedikit dibengkokkan. Peganglah dumbel pada kedua
tangan. Tegakkan dada dan gerakkan kedua bahu ke belakang.
b.
Dengan otot-otot perut dikencangkan
dan pinggang dan pinggang lurus, gerakkan badan bagian atas ke depan dari
pinggul. Usahakan agar kedua lengan lurus. Beristirahatlah, kemudian doronglah
melalui kedua tumit untuk kembali ke posisi awal. Ulangi gerakan ini 12 kali.
3.
a.
Berdirilah dengan kedua kaki
terbuka, sedikit lebih lebar dari pinggul. Peganglah dumbel seberat 1,5-3 kg pada
setiap tangan. Kencangkan otot-otot perut dan angkatlah dada.
b.
Posisi punggung lurus, turunkan
sedikit pinggul. Bengkokkan sedikit kedua lengan dengan telapak tangan
menghadap ke dalam. Secara perlahan-lahan, naikkan lengan kanan sampai ke atas
kepala. Ibu jari menunjuk ke arah belakang. Kemudian, turunkan lengan dan
ulangi dengan lengan kiri. Lakukan gerakan ini sebanyak 12 kali ulangan.
Alat Bantu Berjalan Pasien
A. Pengertian
Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang
digunakan pada penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan
patah tulang pada anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan.
B. Jenis- Jenis Alat
Bantu Jalan Pasien
Masing-masing alat bantu jalan memiliki indikasi
penggunaan dan cara penggunaan yang berbeda. Ada beberapa faktor yang
dipertimbangkan untuk menentukan pola berjalan dengan menggunakan alat
bantujalan, antara lain kemampuan pasien untuk melangkah dengaan satu / kedua
tungkai, kemampuan weight bearing dan keseimbangan pasien dengan satu kaki /
kedua tungkai, dan kemampuan kedua AGA untuk mempertahankan weight bearing
& keseimbangan, serta kemampuan mempertahankan tubuh dalam posisi
berdiri.
Jenis-jenis
alat bantu yang dipakai di antaranya:
1. KRUK
2. WALKER
3. KURSI RODA
4. TRIPOD / QUADRIPOD
5. STICK
1.
KRUK
Kruk adalah alat bantu
yang terbuat dari logam atau pun kayu dengan panjang yang cukup untuk diraih
dari axilla sampai ke tanahatau lantai. Kruk memiliki permukaan cekung yang
disesuaikan di bawah lengan dan sebuah balok melintang untuk tangan untuk
menyangga berat badan.
Jenis-jenis Kruk
Pada dasarnya kruk
dibagi dua yaitu kruk axilla dan kruk nonaxilla. Kruk nonaxilla dapat
mentransfer 40-50% berat badan, sedangkan kruk axilla dapat mentransfer sampai
80% berat badan. Hal ini membuat kruk axilla lebih baik dalam menopang badan.
Kruk axilla memiliki
dua bidang tegak lurus yaitu penopang bahu dan pegangan tangan. Kruk tersedia
dalam berbagai ukuran berbeda. Extension crutch pada kruk merupakan
tambahan agar panjang kruk dapat disesuaikan, sehingga berguna pada anak-anak
yang dalam proses pertumbuhan agar dapat disesuaikan dengan perubahan tinggi
anak. Selain itu berguna di rumah sakit agar dapat digunakan oleh banyak orang.
“Kruk ortho” memiliki penyangga bahu yang berkontur dan pegangan tangan
yang dapat disesuaikan, sehingga lebih nyaman dalam penggunaannya.
2.
WALKER
Walker adalah salah
satu alat bantu berjalan yang kerangkanya terbuat dari bahan logam. Alat ini
dilengkapi dengan dua gagang yang berfungsi sebagai tempat yang penggunaannya
digunakan sebagai tempat pegangan serta menggunakan empat kaki sebagai
penumpunya. Salah satu jenis walker adalah standar walker. Walker jenis ini
biasanya digunakan untuk orang tua yang masih kuat mengangkat alat ini untuk
berjalan, biasanya orang yang menggunakan alat ini membutuhkan bantuan dari
orang lain.
Kursi roda adalah
alat bantu yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan berjalan
menggunakan kaki, baik dikarenakan oleh penyakit, cedera, maupun cacat. Alat
ini bisa digerakkan dengan didorong oleh pihak lain, digerakkan dengan
menggunakan tangan, atau digerakkan dengan menggunakan mesin otomatis.
Diperkirakan konsep pertama dari sebuah kursi roda telah diciptakan lebih dari
6.000 tahun yang lalu.
a. Jenis
Kursi Roda
b. Kursi
Roda Manual
c. Kursi
Roda Listrik
d. Sejarah
Awal Kursi Roda
Bukti bahwa evolusi
pemikiran manusia mampu mengatasi keterbatasan fisik manusia telah terpaparkan
dengan adanya sebuah penemuan benda sebagai pembantu manusia dalam berjalan
yaitu kursi roda. Kursi roda untuk pertama kalinya berbentuk ide berdasarkan
fungsinya telah nampak sejak tahun 4000 sebelum masehi. Adalah di dataran
Mediterania daerah Basin bagian timur yang diduga sebagai cikal bakal
ditemukannya kursi roda.
Sebagian pihak
menganggap penemuan itu bukanlah kursi roda dan mereka berargumen itu hanyalah
penemuan tentang sebuah furnitur bergerak. Bila ditelaah lebih jauh lagi, maka
kita seharusnya mengakui penemuan di Mediterania ini sebagai awal adanya ide
dasar dari kursi roda. Penemuan tentang menaruh roda di bawah suatu benda
memang tidak begitu fenomenal bagi pemikiran manusia, namun bila dibayangkan
penemuan itu adanya diera yang sangat jauh akan sebuah ilmu pengetahuan.
Beranjak dari pemikiran masyarakat Mediterania ini kursi roda menjadi hal yang
baru bagi peradaban manusia dan mulai memodifikasi fungsi dari furnitur yang
dilengkapi roda.
Perkembangan kursi beroda semenjak nampak di dataran
Mediterania ini terus berlanjut dari masa ke masa. Untuk yang akan terjabarkan
disini merupakan kelanjutan perkembangannya diseluruh dunia dari berbagai sudut
pandang umum.
4.
TRIPOD
/ QUADRIPOD
Tongkat Kaki 4 dan kaki
3 adalah alat bantu berjalan berupa tongkat dengan kaki-kaki berjumlah 4.
Tongkat bisa diatur tinggi rendahnya agar bisa digunakan oleh orang dengan
segala umur. Cocok digunakan oleh Lansia dan untuk rehabilitasi setelah
kecelakaan atau operasi.
5.
STICK
Tongkat kaki Lipat Besi
Ringan dan Kuat untuk Orang Tua, adalah Tongkat kaki yang dapat dilipat
manjadi pendek sehingga dapat dimasukkan ke dalam tas atau kantung plastik.
Tongkat Lipat terbuat dari besi baja yang kuat namun ringan. Tinggi Tongkat
kaki dapat disetel ketinggiannya menjadi 5 tingkat.
Tehnik Pengunaan Tongkat
1. Tehnik Turun Tangga
a. Pindahkan
BB pada kaki yang tidak sakit.
b. Letakkan kruk
pada anak tangga dan mulai untuk memindahkan BB pada kruk.
c. Gerakkan kaki yang sakit ke depan.
d. Luruskan
kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk.
2. Tehnik Naik Tangga
a. Pindahkan
berat badan pada kruk.
b. Julurkan
tungkai yang tidak sakit antara kruk dari anak tangga.
c. Pindahkan
berat badan dari kruk ke tungkai yang tidak sakit.
d. Luruskan kaki
yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk.
3. Tehnik Duduk
a. Klien
diposisi pada tengah depan kursi dengan aspek posterior kaki
menyentuh kursi.
b. Memberi metode
yang aman untuk duduk dan bangun dari kursi.
c. Klien
memegang kedua kruk dengan tangan berlawanan dengan tungkai yang sakit.
d. Bila kedua
tungkai sakit, kruk ditahan, pegang pada tangan klien yang lebih kuat.
4. Tehnik Naik Kendaraan
Tubuh dirapatkan ke mobil, kemudian pegang bagian
atas pintu, bokong diangkat kemudian naikkan kaki yang sakit.
TEHNIK LATIHAN DENGAN ALAT BANTU
Tehnik latihan jalan dengan alat bantu dapat
dilakukan dengan berbagai tipe, diantaranya adalah : Full Weight Bearing ( FWB)
: tehnik jalan dng cara tungkai(LE) menyangga penuh berat badan/diberi beban
penuh. Tanpa alat bantu. Partial Weight Bearing (PWB) : tehnik jalan dng cara
tungkai (LE) menyangga sebagian dari BB/ diberi beban sebagian pakai alat
bantu. Non Weight Bearing (NWB) : tehnik jalan dng cara tungkai (LE) tidak
menyangga BB/ tanpa beban.
MANFAAT PENGGUNAAN ALAT BANTU BERJALAN PASIEN
Memelihara dan mengembalikan fungsi otot.
Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi
bengkok.
Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot.
Mencegah komplikasi, seperti otot mengecil dan
kekakuan sendi.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Smelzer,Suzanne.C,2001.buku ajar
keperawatan medikal bedah brunner dan suddarth.Ed 8.Jakarta;EGC
2.
Doenges,Marlyn.E.1999.rencana asuhan
keperawatan.Ed 3.Jakarta;EGC
5.
http://irmansomantri.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar