Sabtu, 02 Juni 2012

SAID BONGKEM TULEN COWOK PALING GANTENG DI KOMPLEK DISAAT KOMPLEK LAGI SEPI


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A.DISLOKASI
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
B.STRAIN
Adalah tarikan pada otot, ligament atau tendon yang disebabkan oleh regangan (streech) yang berlebihan.
C.AMPUTASI
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
B. Tujuan
    Makalah ini disusun untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang kejadian, faktor resiko dan pendekatan standar serta membahas bagaimana menghindari penyakit  dan menangani situasi ini jika terjadi.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  DISLOKASI
1.    Pengertian
·           Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).
·           Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
·           Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
2.    Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital :Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

3.    Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah ragaOlah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah ragaBenturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. TerjatuhTerjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakankompenen vital penghubung tulang
4.    Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).
5.    Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
6.    Pemeriksaan Penunjang
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.





7.    Komplikasi
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi        bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
8.    Penatalaksanaan
a.    Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
b.    Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
c.    Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
d.   Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
e.    Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.








Asuhan Keperawatan Dislokasi

1.    Pengkajian
a.    Identitas dan keluhan utama
b.    Riwayat penyakit lalu
c.     Riwayat penyakit sekarang
d.    Riwayat masa pertumbuhan
e.     Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
2.    Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
3.        Intervensi
Dx 1
a)      Kaji skala nyeri
b)      Berikan posisi relaks pada pasien
c)       Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
d)      Kolaborasi pemberian analgesic
Dx 2
a)      Kaji tingkat mobilisasi pasien
b)      Berikan latihan ROM
c)       Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan
Dx. 3
a)      Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
b)      Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.
c)       Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien.


B.  STRAIN
1.    Pengertian
• Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlebihan,peregangan berlebihan,atau stress yang berlebihan.
• Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan ke dalam jaringan.(Smeltzer Suzame, KMB Brunner dan Suddarth)
• Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulotendinous (otot atau tendon).Strain akut pada struktur muskulotendious terjadi pada persambungan antara otot dan tendon. Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya.Beberapa kali cedera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam melangkahi penuh.
2.    Etiologi

Pada strain akut :
• Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak
Pada strain kronis :
• Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
3.    Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
4.    Manifestasi klinis
• Nyeri mendadak
• Edema
• Spasme otot
• Haematoma
5.    Komplikasi

• Strain yang berulang
• Tendonitis
6.    Penatalaksanaan

• Istirahat Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan

• Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol pembengkakan.

• Pemberian kompres dingin
Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.

7.    Klasifikasi Strain
§  Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament.
• Gejala yang timbul :
§ Nyeri lokal
§ Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
• Tanda-tandanya :
§ Adanya spasme otot ringan
§ Bengkak
§ Gangguan kekuatan otot
§ Fungsi yang sangat ringan
• Komplikasi
§ Strain dapat berulang
§ Tendonitis
§ Perioritis
• Perubahan patologi
§ Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar.
• Terapi
§ Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
§   Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
• Gejala yang timbul
§ Nyeri local
§ Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
§ Spasme otot sedang
§ Bengkak
§ Tenderness
§ Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
• Komplikasi sama seperti pada derajat I :
§ Strain dapat berulang
§ Tendonitis
§ Perioritis
• Terapi :
§ Impobilisasi pada daerah cidera
§ Istirahat
§ Kompresi
§ Elevasi
• Perubahan patologi :
§ Adanya robekan serabut otot
§  Derajat III/Strain Severe (Berat)
Yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak yang cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
• Gejala :
§ Nyeri yang berat
§ Adanya stabilitas
§ Spasme
§ Kuat
§ Bengkak
§ Tenderness
§ Gangguan fungsi otot
• Komplikasi ;
§ Distabilitas yang sama
• Perubahan patologi :
§ Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
• Terapi :
§ Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.







Asuhan Keperawatan strain

a. Pengkajian
§  Kajian nyeri
ü Apa yang dilakukan pasien sebelum dirasakan nyeri?
ü Apakah nyeri terlokalisasi?
ü Bagaimana pasien menjelaskan nyeri?
ü Apakah nyeri menjalar?
§   Inpeksi umumnya untuk mengetahui perkembangan edema,memantau luka dikulit.
§   Palpasi sendi untuk mengetahui sensitifitas dan perkembangan jaringan lunak yang banyak teraba keras
§   Observasi tingkat keterbatasan mobilitas sendi yang terserang
b. Diagnosa Keperawatan

 Dx I
Nyeri b/d spasme otot
§  Intervensi
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring/istirahat
v Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
v Dorong pasien mendiskusikan masalah sehubungan dengan cidera
v Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
v Berikan alternative tindakan menyamankan seperti pijatan
v Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba/mendadak
Dx II
Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri
§  Intervensi
v Anjurkan untuk istirahat selama masih mengalami nyeri
v Anjurkan untuk membatasi aktivitas yang berlebihan,seperti mengangkat beban yang   berat
v Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
§  Dx III
Kerusakan intregitas jaringan b/d adanya cedera
Intervensi
v Awasi adanya edema dan perdarahan pada area yang luka
v Berikan perawatan luka
v Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri

C.    AMPUTASI
1.        Definisi
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah / traumatik pada tungkai.
2.       Etiologi

      Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan amputasi, antara lain :
1.      Penyakit arteri perifer kronis
2.      Trauma
3.      Frosbite
4.      Kanker tulang
5.      Infeksi berat (gangrene gas / osteomielitis)
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.


3.        Kalisifikasi

      1.      Amputasi terbuka
            Dilakukan untuk infeksi berat, yang meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama.
      2.      Amputasi tertutup
Menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira 2 inci lebih pendek daripada kulit dan otot.
4.        Tingkatan Amputasi


1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :

a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.


5.    Penatalaksanaan Amputasi

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.

Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.


6.        Pemeriksaan Diagnostik
§     Foto rontgen      : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
§   Skan CT         :  Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma.
§     LED                   : Mengindikasikan respons inflamasi
§     Kultur luka         :  Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme penyebab.
§     Biopsy                :  Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.











Asuhan Keperawatan Amputasi
1.    Pengkajian
a.       Keluhan Utama
b.      Riwayat Kesehatan
c.       Riwayat Psikososial
d.      Pemeriksaan Fisik
e.        Riwayat Spiritual
f.       Aktivitas Sehari-hari
     Pemeriksaan Penunjang
a)      Pemeriksaan laboratorium
Tgl 14 Januari 2008                                                     Nilai Normal
LED 50                                                                   
Hb 13.4 gr %                                                            12-16 gr/dL
Ht 38 %                                                                    37-49 %
Leukosit 7.400 gr/dl                                                 4.8-10.8 x 103/mm3
Jenis leukosit :
         N. Batang 3 %                                                2-6 %
         N. Segmen 39 %                                             50-70 %
         Limfosit 58 %                                                 20-40 %
Trombosit 310.000 gr/dl                                          150-400 x 103/mm3
Waktu Pendarahan 2’00’’
Waktu Pembengkuan 7’00’’
      Terapi Medis :
      Mefenamad Acid 3x50 mg
      Captopril   3x25 mg
      HCT 1x1
      Clindomycin 3x300 mg
      Vitamin C 3x100 mg



b)      Pengelompokan Data
      A.  Data Subjektif
§  Klien mengatakan rasa takut apabila ada perawat yang akan melakukan perawatan.
§  Klien mengatakan ada luka di kakinya.
§  Klien mengatakan memerlukan alat Bantu berjalan untuk melakukan aktifitas.
§  Klien mengatakan gelisah saat dilakukan perawatan luka.
      B.   Data Objektif
§  Terdapat luka post amputasi dan skin graft di ekstremitas bawah
§  ADL dibantu oleh perawat dan keluarga
§  Ekspresi wajah takut apabila akan dilakukan perawatan luka oleh perawat.
§  Penderita bertanya-tanya tentang penyakitnya.
§  Vital sign :
TD. 180/100 mmHg
Sb. 36.20­­­ C
N. 70 x/mnt
R. 22 x/mnt

 Analisa Data

No
Data
Etiologi
Masalah
1.
Data Subjektif  :
§  Klien mengatakan memerlukan alat Bantu berjalan untuk melakukan aktifitas.
Data Objektif   :
§  Terdapat luka post amputasi dan skin graft di ekstremitas bawah
§  ADL dibantu oleh perawat dan keluarga
Pembedahan

Kehilangan organ tubuh
 
Ketidakseimbangan tubuh

Imobilitas  
Kerusakkan Mobilitas Fisik
2
Data Subjektif  :
§  Klien mengatakan rasa takut apabila ada perawat yang akan melakukan perawatan.
§  Klien mengatakan gelisah saat dilakukan perawatan luka.
Data Objektif   :
§  Ekspresi wajah takut apabila akan dilakukan perawatan luka oleh perawat.
§  Penderita bertanya-tanya tentang penyakitnya.


Pembedahan

Luka
 
Proses penyembuhan
 
Ketidaktahuan prosedur perawatan luka

Bertanya-tanya


Gelisah
 
Ekspresi takut
Ansietas
3
Data Subjektif  :
§  Klien mengatakan ada luka di kakinya.
Data Objektif   :
§  Terdapat luka post amputasi dan skin graft di ekstremitas bawah
§  Vital sign :
TD. 180/100 mmHg
Sb. 36.20­­­ C
N. 70 x/mnt
R. 22 x/mnt
Pembedahan

Luka pembedahan
 
Hilangnya kontunuitas jaringan kulit
Kerusakkan intergritas kulit

2.  Diagnosa Keperawatan

Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

4.        Perencanaan

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi     klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.

2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
- Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
· Jangka Pendek :
- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
- Klien menyatakan nyerinya berkurang
- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1.) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri.
2.) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3.) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4.) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
· Jangka Pendek :
- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
- Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1.) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
· Jangka Pendek :
- Kulit bersih dan kelembaban cukup.
- Kulit tidak berwarna merah.
- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1.) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari panggul.
2.) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3.) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.
4.) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
· Jangka Pendek :
- Luka bersih dan kering
- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
- Tanda-tanda vital normal
- Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1.) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat ditanggulangi.
2.) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3.) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4.) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda infeksi.
5.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi






Kontraksi Isotonik
Ketika otot bekerja dengan kontraksi secara isotonik maka bagian tubuh dimana otot melekat akan bergerak. Kontraksi isotonik memiliki 2 tipe yaitu :

1. Kontraksi isotonik memendek (kontraksi konsentrik)
Ketika suatu otot berkontraksi dan kedua titik perlekatan otot tersebut saling mendekati satu sama lain, maka kontraksi tersebut dikenal sebagai kontraksi isotonik memendek. Sebagai contoh, ketika lengan diangkat ke samping dan abduktor shoulder berkontraksi dengan isotonik memendek.

2. Kontraksi isotonik memanjang (kontraksi eksentrik)
Ketika perlekatan suatu otot bergerak secara perlahan menjauhi satu sama lainnya dari titik perlekatannya dan otot tersebut menghasilkan gerakan dalam pola yang terkontrol, maka aksi otot tersebut disebut dengan kontraksi isotonik memanjang. Sebagai contoh, ketika tubuh dalam posisi berdiri tegak dan lengan diturunkan dari adduksi ke adduksi maka abduktor shoulder akan mengontrol gerakan tersebut dan bekerja secara isotonik memanjang.
Di tempat-tempat latihan kebugaran, kita biasa berlatih crunch, squat, push up dan lain-lain, untuk mengencangkan otot-otot pantat, paha dan pinggang (P3). Namun, jika tidak mendapatkan kemajuan dalam waktu singkat, mungkin otot-otot memerlukan tantangan yang lebih besar.
Dalam kesempatan ini akan dibicarakan tiga cara latihan yang sebenarnya merupakan cara lama. Meskipun demikian, hasilnya cukup bagus untuk otot-otot dan persendian yang ada di bagian pantat, paha dan pinggang. Bila Anda merasa lelah ketika melakukan latihan-latihan ini karena harus melakukannya denga cara atau sikap yang bagus, jangan segan-segan untuk beristirahat sejenak.
Gerakan-gerakannya
1.        Agar badan tidak condong ke depan, gunakan tongkat atau gagang sapu. Beristirahatlah dengan kedua kaki terbuka selebar pinggul. Peganglah tongkat seperti terlihat dalam gambar, tepat sepanjang tulang punggung. Sebaiknya tongkat menyentuh bagian belakang kepala, bagian atas punggung dan tulang ekor.

Secara perlahan-lahan melangkahlah dengan lebar ke depan, kaki kanan seperti akan berjalan. Bengkokkan kedua lutut kiri sejauh mungkin yang Anda bisa, tetapi masih terasa enak dan tongkat tetap menyentuh tiga titik tersebut di atas. Kemudian, kembalilah ke posisi awal. Gantilah posisi tangan dan ulangi dengan kaki yang lain. Lakukan gerakan ini 12 kali ulangan.
2.         
a.         Berdirilah dengan kedua kaki terbuka selebar pinggul. Kedua lutut sedikit dibengkokkan. Peganglah dumbel pada kedua tangan. Tegakkan dada dan gerakkan kedua bahu ke belakang.
b.         Dengan otot-otot perut dikencangkan dan pinggang dan pinggang lurus, gerakkan badan bagian atas ke depan dari pinggul. Usahakan agar kedua lengan lurus. Beristirahatlah, kemudian doronglah melalui kedua tumit untuk kembali ke posisi awal. Ulangi gerakan ini 12 kali.
3.         
a.         Berdirilah dengan kedua kaki terbuka, sedikit lebih lebar dari pinggul. Peganglah dumbel seberat 1,5-3 kg pada setiap tangan. Kencangkan otot-otot perut dan angkatlah dada.
b.         Posisi punggung lurus, turunkan sedikit pinggul. Bengkokkan sedikit kedua lengan dengan telapak tangan menghadap ke dalam. Secara perlahan-lahan, naikkan lengan kanan sampai ke atas kepala. Ibu jari menunjuk ke arah belakang. Kemudian, turunkan lengan dan ulangi dengan lengan kiri. Lakukan gerakan ini sebanyak 12 kali ulangan.
















Alat Bantu Berjalan Pasien

      A.    Pengertian
Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang digunakan pada penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah tulang pada anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan.

      B.     Jenis- Jenis Alat Bantu Jalan Pasien
Masing-masing alat bantu jalan memiliki indikasi penggunaan dan cara penggunaan yang berbeda. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan untuk menentukan pola berjalan dengan menggunakan alat bantujalan, antara lain kemampuan pasien untuk melangkah dengaan satu / kedua tungkai, kemampuan weight bearing dan keseimbangan pasien dengan satu kaki / kedua tungkai, dan kemampuan kedua AGA untuk mempertahankan weight bearing & keseimbangan, serta kemampuan mempertahankan tubuh dalam posisi berdiri.

Jenis-jenis alat bantu yang dipakai di antaranya:
1.  KRUK
2.  WALKER
3.  KURSI RODA
4.  TRIPOD / QUADRIPOD
5.  STICK

1.       KRUK
Kruk adalah alat bantu yang terbuat dari logam atau pun kayu dengan panjang yang cukup untuk diraih dari axilla sampai ke tanahatau lantai. Kruk memiliki permukaan cekung yang disesuaikan di bawah lengan dan sebuah balok melintang untuk tangan untuk menyangga berat badan.
Jenis-jenis Kruk
Pada dasarnya kruk dibagi dua yaitu kruk axilla dan kruk nonaxilla. Kruk nonaxilla dapat mentransfer 40-50% berat badan, sedangkan kruk axilla dapat mentransfer sampai 80% berat badan. Hal ini membuat kruk axilla lebih baik dalam menopang badan.
Kruk axilla memiliki dua bidang tegak lurus yaitu penopang bahu dan pegangan tangan. Kruk tersedia dalam berbagai ukuran berbeda. Extension crutch pada kruk merupakan tambahan agar panjang kruk dapat disesuaikan, sehingga berguna pada anak-anak yang dalam proses pertumbuhan agar dapat disesuaikan dengan perubahan tinggi anak. Selain itu berguna di rumah sakit agar dapat digunakan oleh banyak orang. “Kruk ortho”  memiliki penyangga bahu yang berkontur dan pegangan tangan yang dapat disesuaikan, sehingga lebih nyaman dalam penggunaannya.
2.       WALKER
Walker adalah salah satu alat bantu berjalan yang kerangkanya terbuat dari bahan logam. Alat ini dilengkapi dengan dua gagang yang berfungsi sebagai tempat yang penggunaannya digunakan sebagai tempat pegangan serta menggunakan empat kaki sebagai penumpunya. Salah satu jenis walker adalah standar walker. Walker jenis ini biasanya digunakan untuk orang tua yang masih kuat mengangkat alat ini untuk berjalan, biasanya orang yang menggunakan alat ini membutuhkan bantuan dari orang lain.
3.     KURSI RODA 
Kursi roda adalah alat bantu yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan oleh penyakit, cedera, maupun cacat. Alat ini bisa digerakkan dengan didorong oleh pihak lain, digerakkan dengan menggunakan tangan, atau digerakkan dengan menggunakan mesin otomatis. Diperkirakan konsep pertama dari sebuah kursi roda telah diciptakan lebih dari 6.000 tahun yang lalu. 
a.    Jenis Kursi Roda
b.    Kursi Roda Manual
c.    Kursi Roda Listrik 
d.   Sejarah Awal Kursi Roda
Bukti bahwa evolusi pemikiran manusia mampu mengatasi keterbatasan fisik manusia telah terpaparkan dengan adanya sebuah penemuan benda sebagai pembantu manusia dalam berjalan yaitu kursi roda. Kursi roda untuk pertama kalinya berbentuk ide berdasarkan fungsinya telah nampak sejak tahun 4000 sebelum masehi. Adalah di dataran Mediterania daerah Basin bagian timur yang diduga sebagai cikal bakal ditemukannya kursi roda.
Sebagian pihak menganggap penemuan itu bukanlah kursi roda dan mereka berargumen itu hanyalah penemuan tentang sebuah furnitur bergerak. Bila ditelaah lebih jauh lagi, maka kita seharusnya mengakui penemuan di Mediterania ini sebagai awal adanya ide dasar dari kursi roda. Penemuan tentang menaruh roda di bawah suatu benda memang tidak begitu fenomenal bagi pemikiran manusia, namun bila dibayangkan penemuan itu adanya diera yang sangat jauh akan sebuah ilmu pengetahuan. Beranjak dari pemikiran masyarakat Mediterania ini kursi roda menjadi hal yang baru bagi peradaban manusia dan mulai memodifikasi fungsi dari furnitur yang dilengkapi roda.
Perkembangan kursi beroda semenjak nampak di dataran Mediterania ini terus berlanjut dari masa ke masa. Untuk yang akan terjabarkan disini merupakan kelanjutan perkembangannya diseluruh dunia dari berbagai sudut pandang umum.
4.        TRIPOD / QUADRIPOD
Tongkat Kaki 4 dan kaki 3 adalah alat bantu berjalan berupa tongkat dengan kaki-kaki berjumlah 4. Tongkat bisa diatur tinggi rendahnya agar bisa digunakan oleh orang dengan segala umur. Cocok digunakan oleh Lansia dan untuk rehabilitasi setelah kecelakaan atau operasi.
5.        STICK
Tongkat kaki Lipat Besi Ringan dan Kuat untuk Orang Tua, adalah Tongkat kaki yang dapat dilipat manjadi pendek sehingga dapat dimasukkan ke dalam tas atau kantung plastik. Tongkat Lipat terbuat dari besi baja yang kuat namun ringan. Tinggi Tongkat kaki dapat disetel ketinggiannya menjadi 5 tingkat.
Tehnik Pengunaan Tongkat
1. Tehnik Turun Tangga
a.       Pindahkan BB pada kaki yang tidak sakit.
b.      Letakkan kruk pada anak tangga dan mulai untuk memindahkan BB pada kruk.
c.   Gerakkan kaki yang sakit ke depan.
d.       Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk.

2.  Tehnik Naik Tangga
a.       Pindahkan berat badan pada kruk.
b.      Julurkan tungkai yang tidak sakit antara kruk dari anak tangga.
c.       Pindahkan berat badan dari kruk ke tungkai yang tidak sakit.
d.      Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk.
3.   Tehnik Duduk
a.       Klien diposisi pada tengah depan kursi dengan aspek posterior kaki     menyentuh kursi.
b.      Memberi metode yang aman untuk duduk dan bangun dari kursi.
c.       Klien memegang kedua kruk dengan tangan berlawanan dengan tungkai yang sakit.
d.      Bila kedua tungkai sakit, kruk ditahan, pegang pada tangan klien yang lebih kuat.
 4.  Tehnik Naik Kendaraan
Tubuh dirapatkan ke mobil, kemudian pegang bagian atas pintu, bokong diangkat kemudian naikkan kaki yang sakit.
TEHNIK LATIHAN DENGAN ALAT BANTU
Tehnik latihan jalan dengan alat bantu dapat dilakukan dengan berbagai tipe, diantaranya adalah : Full Weight Bearing ( FWB) : tehnik jalan dng cara tungkai(LE) menyangga penuh berat badan/diberi beban penuh. Tanpa alat bantu. Partial Weight Bearing (PWB) : tehnik jalan dng cara tungkai (LE) menyangga sebagian dari BB/ diberi beban sebagian pakai alat bantu. Non Weight Bearing (NWB) : tehnik jalan dng cara tungkai (LE) tidak menyangga BB/ tanpa beban.

MANFAAT PENGGUNAAN ALAT BANTU BERJALAN PASIEN
Memelihara dan mengembalikan fungsi otot.
Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi bengkok.
Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot.
Mencegah komplikasi, seperti otot mengecil dan kekakuan sendi.










DAFTAR PUSTAKA


1.      Smelzer,Suzanne.C,2001.buku ajar keperawatan medikal bedah brunner dan suddarth.Ed 8.Jakarta;EGC

2.      Doenges,Marlyn.E.1999.rencana asuhan keperawatan.Ed 3.Jakarta;EGC





5.      http://irmansomantri.blogspot.com/














Tidak ada komentar:

Posting Komentar