Sabtu, 26 Mei 2012

SINDROM NEFROTIK


ASUHAN KEPERAWATAN PADA SINDROM NEFROTIK
1.      Pengertian

    Sindrom nefrotik adalah status klinis yang
n ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif ( Donna L.Wong,2004 :550)
    Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
n gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi  pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001:217)

2.        Etiologi
   
 1.Sindrom nefrotik bawaann
 2. Sindrom nefrotik sekunder
n
 3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
n
       3. Pathofisiologi

          Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria, sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebankan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerolus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein di dalam tubulus terlalu banyak akibat kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
          Pada sindrom nefrotik  protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia. Pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum dikethui secara fisiologi tetepi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus ke ruang intertisial , hal ini di sebabkan oleh karena hipoalbuminemia.
            Keluarnya cairan ke ruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan  volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunanya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengakibatkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan kontriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume namun yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal dan merangsang pelepasan hormon antidiuretic yang  meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume  plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.
Stimulasi rennin angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormon akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolestrol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinnemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma yang akan menyebabkan arteriosclerosis (Husein A Latas, 2002. Silvia A price, 1995)
 
4. Manifestasi Klinik
•    Oedem umum
•    Proteinuria dan Albuminemia.
•    Hipoproteinemia dan albuminemia.
•    Hiperlipidemi khususnya hipercloledherolemi.
•    Lipio uria.
•    Mual, anoreksia, diare.
•    Anemia, pasien menalami edema paru.

5. Pemeriksaan Penunjang
•    Laboratorium
•    Urine
•    Darah
•    Biopsi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

6. Penatalaksanaan 
•    Kemoterapi
•    Perawatan mata
•    Perawatan kulit
•    Diit pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi  900-1200 kl/hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 29/hr
•    Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten

7. Pengkajian
•    Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
•    Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
•    Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefotik :
•    Pengkajian diagnostik meliputi : Analisa urin untuk protein dan sel darah merah, analiasa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio, kolesterol) , jumlah darah, serum sodium.


8. Diagnosa Keperawatan
•    Kelebihan volume cairan b.d penurunan tekanan osmotic plasma.
•    Perubahan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru.
•    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia.
•    Resiko tinggi infeksi b.d menurunya imunitas, prosedur invansif.
•    Intoleransi aktifitas b.d kelelahan.
•    Gangguan integritas kulit b.d immobilitas.
•    Ganguan body image b.d perubahan penampilan.
•    Gangguan pada eliminasi, diare b.d mal absorsi.

9. Fokus Intervensi
    Dx I
n
    Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
n
    Kriteria hasil  : Menunjukan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
n
    Intervensi :
n
    Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan.
n
    Observasi perubahan edema.
n
    Batasi intake garam.
n
    Ukur lingkaran perut.
n
    Timbang berat badan setiap hari.
n

    Dx II
n
    Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
n
    Kriteria hasil  : Menunjukan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
n
    Intervensi :
n
•    Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan.
•    Observasi perubahan edema.
•    Batasi intake garam.
•    Ukur lingkaran perut.
•    Timbang berat badan setiap hari.

    Dx III
n
    Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
n
    Kriteria hasil : Tidak terjadi mual dan muntah, menunjukan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan
n
    Intervensi :
n
•    Tanyakan makanan kesukaan pasien
•    Anjurkan keluarga untuk mendampingi
•    Pantau adanya mual dan muntah
•    Bantu pasien untuk makan
•    Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

    Dx IV
n
    Tujuan : Tidak terjadi infeksi
n
    Kriteria hasil :
n
•    Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
•    Tanda-tanda vital dalam batas normal
•    Leukosit dalam batas normal
    Intervensi :
n
•    Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
•    Pantau adanya tanda-tanda infeksi
•    Lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
•    Anjurkan keluarga untuk menjaga kebersihan pasien
•    Kolaborasi pemberian antibiotik

    Dx V
n
    Tujuan : Pasien dapat mentolerir aktivitas dan menghemat energy
n
    Kriteria hasil : Menunjukan kemampuan aktifitas sesuai dengan kemampuan,        mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas.
n
    Intervensi :
n
•    Pantau tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas
•    Rencanakan dan sediakan aktifitas secara bertahap
•    Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
•    Berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

    DX VI
n
    Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
n
    Kriteria hasil :
n
•    Intregritas kulit terpelihara
•    Tidak terjadi kerusakan kulit
    Intervensi :
n
•    Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi.
•    Berikan bedak untuk melindungi kulit.
•    Ubah posisi tidur setiap 4 jam.
•    Gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.

    Dx VII
n
    Tujuan :Tidak terjadi gangguan body image
n
    Kriteria hasil : Menyatakan penerim
naan situasi diri tanpa harga diri negatif
    Intervensi :
n
•    Gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilanya
•    Dukung sosialisai terhadap orang –orang yang tidak terkena infeksi
•    Berikan umpan balik positif terhadap perasaan anak

    Dx VIII
n
    Tujuan : Tidak terjadi diare
n
    Kriteria hasil :
n
•    Pola fungsi usus normal
•    Mengeluarkan feses lunak
    Intervensi:
n
•    Observasi frekuensi, karakteristik , dan warna feses
•    Identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
•    Berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar