Askep
Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa
A. Pengertian
A. Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic
villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung
kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata
ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam,
dkk, 1998 : 23)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Askep Mola Hidatidosa
B. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
B. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
- Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati
, tetapi terlambat dikeluarkan.
- Imunoselektif dari tropoblast.
- Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
- Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan
faktor kromosom yang belum jelas.
(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)
Askep Mola Hidatidosa
C. Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
Askep Mola Hidatidosa
C. Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
- Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan
janin.
- Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai
janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
- Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
- Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
- Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Askep Mola Hidatidosa
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
- Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien
masuk RS.
- Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia
kehamilan (lebih besar).
- Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi
panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan
berkeringat, kulit lembab.
- Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada
kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein
pada air seni).
Askep Mola Hidatidosa
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
- Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan
ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).
- Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita
dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan)
dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila
semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan
kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
- Foto roentgen dada.
F. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
- Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
- Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada
fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus,
pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan
pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum
upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
- Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
- Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat
atau perforasi uterus).
- Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus
yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan
evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan
infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60
tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan
efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila
sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set
agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri
selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis
tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang
cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan
transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih
terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi
MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2
minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi
hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi.
Askep Mola Hidatidosa
Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
- Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang
meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
- Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan
adanya perdarahan pervaginam berulang.
- Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
- Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat
klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan
pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.
- Riwayat kesehatan masa lalu
- Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang
pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di
mana tindakan tersebut berlangsung.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya
penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi,
masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit
lainnya.
- Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui
genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit
turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
- Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe,
siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya
dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang
menyertainya.
- Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji
bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,
bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
- Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual
klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
- Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian
obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
- Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi,
cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene,
ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan Fisik :
- Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya. - Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari. - Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat
suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan
kontraksi uterus.
- Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi
edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
- Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot
atau respon nyeri yang abnormal.
- Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya. - Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan
bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
- Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada
tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
- Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
B. Diagnosa Keperawatan
- Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
- Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
- Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi.
- Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
B. Intervensi
DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- Ekspresi wajah tenang
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang
dirasakan klien.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat.
- Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
- Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
- Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.
- Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.
DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
- Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
- Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi :
- Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.
- Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai
kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
- Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat
klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.
DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
- Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
- Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi :
- Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
- Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.
- Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.
- Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
- Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur
Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.
DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien tidak mengalami komplikasi.
Intervensi :
- Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.
- Pantau suhu lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.
- Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang
banyak
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
- Berikan kompres hangat
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.
- Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.
DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
- Ekspresi wajah tenang
- Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
- Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.
- Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.
- Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi
yang diberikan
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
- Beri dorongan spiritual/support
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar