BENIGN
PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)
I.
Pendahuluan
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang
terletak di sebelah inferior bulibuli
dan
membungkus uretra posterior Paling sering mengalami pembesaran, baik
jinak
maupun ganas Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars
prostatika
dan menghambat aliran urin keluar dari buli-buli.Benign Prostate
Hyperplasia
(BPH)
merupakan Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang menghambat
aliran
urin dari buli-buli.Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia
stroma
dan sel epitelial mulai dari zona periurethra.
Gambar
1. Perbedaan
aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan
prostat
yang mengalami pembesaran
Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan
berat normal pada orang
dewasa
± 20 gram. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
antara
lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior
dan
zona periurethra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona
transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
II.
Insiden &
Epidemiologi
Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria
yang menderita gejala yang berkaitan
dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami
hal yang sama.
BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di
Indonesia setelah batu
saluran kemih.Sebagai gambaran hospital prevalence, di RS
Cipto Mangunkusumo
ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama
tiga tahun (1994-
-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode
yang sama.
Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat,
diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia
berusia 60 tahun atau
lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih
bagian bawah
(Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH. BPH
mempengaruhi kualitas
kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur > 50
tahun.
III.
Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih
belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya
dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat:
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat
tergantung pada hormon
testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah
menjadi
metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 α
–
reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam
sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.
Pada berbagai penelitian, aktivitas
enzim 5 α – reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
sel-sel
prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron
makin menurun,
sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan
estrogen :
testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan
dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah
kematian
sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang
menurun
merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang
telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi
lebih
besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa
diferensiasi dan pertumbuhan selsel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui
suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma
mendapatkan stimulasi dari
DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat
keseimbangan
antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya
jumlah sel-sel
prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan
makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian
sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel
kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah
mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel
stem, yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel
ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun
(misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis.
Sehingga
terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai
ketidaktepatan aktivitas
sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma
maupun sel
epitel.
IV.
Patofisiologi
Hiperplasia Prostat
Pembesaran prostat menyebabkan
terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik
buli-buli,
yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut
dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptoms
(LUTS).
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya
refluks vesikoureter.
Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan
jatuh ke dalam gagal ginjal.
V.
Manifestasi Klinis
1)
Anamnesa
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat
peningkatan intrauretra yang pada akhirnya
dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun
manifestasi dan
beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang
menyebabkan penderita
datang berobat, yakni adanya LUTS.
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
Gejala obstruksi
antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi,
miksi tidak puas,
menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif terdiri dari:
frekuensi, nokturia,
urgensi dan disuri.
Untuk menilai tingkat keparahan dari
LUTS, bebeapa ahli/organisasi urologi
membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien.
Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international
Prostatic Symptom
Score (IPSS). Sistem skoring IPSS
terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup
pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat,
yaitu:
Ringan : skor 0-7
Sedang : skor 8-19
Berat : skor 20-35
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi
antara lain, nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).
3. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter
karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada
saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
2)
Pemeriksaan
Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.
Pemeriksaan colok dubur
atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan
fisik yang penting
pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau
ukuran prostat
dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang
keras. Pada
pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah,
simetri,
indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan
konsistensi prostat kenyal, seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak
didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan
teraba nodul, dan
mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur
3)
Pemeriksaan
Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari
kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan
bendungan
saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya
penyulit seperti
hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Pemeriksaan
kultur urin
berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
Pemeriksaan sitologi urin digunakan
untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium
yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk
mendeteksi adanya
diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada
buli-buli. Jika
dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor
prostat (PSA).
4)
Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari
adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urin,
yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat
menerangkan adanya :
- kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
- memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter bagian distal
yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
- penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi,
divertikel, atau
sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi
direkomendasikan pada BPH. Pemeriksaan USG secara
Trans Rectal Ultra Sound (TRUS),
digunakan untuk mengetahui besar dan volume
prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai
petunjuk untuk
melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin
dan mencari
kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra
Sound (TAUS)
dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal
akibat obstruksi
BPH yang lama.(purnomo, de jong)
Gambar 5. TransRectal Ultra Sound
(TRUS)
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat
dapat diperkirakan dengan mengukur:
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau
dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin
dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.
VI.
Pengobatan
Tujuan terapi:
- memperbaiki keluhan miksi
- meningkatkan kualitas hidup
- mengurangi obstruksi infravesika
- mengembalikan fungsi ginjal
- mengurangi volume residu urin setelah miksi
- mencegah progressivitas penyakit
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien
BPH dengan skor IPSS<7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya
diberikan
edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk keluhan :
- Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
- Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi,
coklat)
- Kurangi makanan pedas atau asin
- Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Medikamentosa
Tujuan:
- mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik α
blocker
- mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosteron
melalui penghambat 5α-reduktase
Selain itu, masih ada terapi fitofarmaka
yang masih belum jelas mekanisme
kerjanya.
3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi
pembedahan:1
- Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urin
- Infeksi Saluran Kemih berulang
- Hematuri
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi
saluran
kemih bagian bawah
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:
- Pembedahan terbuka (prostatektomi terbuka)
Paling invasif dan dianjurkan untuk prostat yang sangat besar
(±100 gram).
- Pembedahan endourologi
Operasi terhadap prostat dapat berupa reseksi (Trans Urethral
Resection of
the Prostat/TURP), Insisi (Trans
Urethral Incision of the Prostate/TUIP)
atau evaporasi.
Gambar
6. Trans Urethral Resection of the Prostat/TURP
Selain tindakan invasif tersebut diatas,
sekarang dikembangkan tindakan
invasif minimal, terutama yang mempunya resiko tinggi terhadap
pembedahan.
Tindakan tersebut antara lain: termoterapi, Trans Urethral
Needle Ablation of the
Prostat/TUNA, pemasangan stent, High
Intensity Focused Ultrasound/HIFU
serta dilatasi dengan balon (Transuethral Ballon Dilatation/TUBD).
KARSINOMA KANDUNG KEMIH
I.
Pendahuluan
Karsinoma
kandung kemih / Ca Vesika Urinaria adalah terdapatnya sel kanker pada kandung
kemih. Tumor dari kandung kemih berurutan dari papiloma benigna sampai ke
carcinoma maligna yang invasif. Kebanyakan neoplasma adalah jenis sel-sel
transisi, karena saluran kemih dilapisi epithelium transisi. Neoplasma bermula
seperti papiloma, karena itu setiap papiloma dari kandung kemih dianggap
pramalignansi dan diangkat bila diketahui. Karsinoma sel-sel squamosa jarang
timbul dan prognosanya lebih buruk. Neoplasma yang lain adalah adenocarcinoma.
Kanker
kandung kemih dibagi tingkatannya berdasarkan kedalaman tingkat invasifnya
yaitu : tingkat O Mukosa, tingkat A Sub Mukosa, Tingkat B Otot, Tingkat C Lemak
Perivisial, Tingkat D Kelenjar Limfe.
II.
Epidemologi
Yang
paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah kandung kemih.
Kanker kandung kemih terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan
dengan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25%
pasien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
Pada
tiga dasawarsa terakhir, kasus kandung kemih pada pria meningkat lebih dari 20
% sedangkan kasus pada wanita berkurang 25%.
III.
Etiologi
dan Predisposisi
Faktor predisposisi yang diketahui dari kanker
kandung kemih adalah karena bahan kimia betanaphytilamine dan xenylamine,
infeksi schistosoma haematobium dan merokok.
IV.
Manifestasi
klinis
Hematuria
yang tidak disertai rasa nyeri adalah gejala pertamanya pada kebiasaan tumor
kandung kemih. Biasanya intermitten dan biasanya individu gagal untuk minta
pertolongan. Hematuria yang tidak disertai rasa nyeri terjadi juga pada
penyakit saluran kemih yang non malignant dan kanker ginjal karena itu tiap
terjadi hematuri harus diteliti. Cystitis merupakan gejala dari tumor kandung
kemih, karena tumor merupakan benda asing di dalam kandung kemih.
V.
Pemeriksaan
Ca vesika urinaria
Pemeriksaan
cytologi urine dapat memperkenalkan sel-sel maligna sebelum lesi dapat
divisualisasikan dengan cystoscopy yang disertai biopsi. Penentuan klinis
mengenai tingkatan invasif dari tumor penting dalam menentukan regimen terapi
dan dalam pembuatan prakiraan prognose. Tiap orang yang pernah menjalani
pengangkatan papilomma harus menjalani pemeriksaan cystoscopy tiap tiga bulan
untuk selama dua tahun dan kemudian intervalnya sedikit dijarangkan bila tidak
ada tanda-tanda lesi yang baru. Keperluan pemeriksaan yang sering harus dijelaskan
oleh ahli urologi dan harus diperkuat oleh perawat.
VI.
Terapi
dan Pengobatan
Tumor-tumor
kecil yang sedikit menjangkiti lapisan jaringan dapat ditolong dengan sempurna
dengan fulgurisasi transuretra atau dieksisi. Foley kateter biasanya dipasang setelah
pembedahan. Air kemih berwarna kemerahan tetapi tidak terjadi perdarahan gross.
Rasa panas saat berkemih dapat diatasi dengan minum yang banyak dan buli-buli
hangat pada daerah kandung kemih atau berendam air hangat. Pasien boleh pulang
beberapa hari kemudian setelah bedah. Bila tumor tumbuh pada kubah kandung
kemih harus dilaksanakan reseksi segmental dari kandung kemih. Sistektomi atau
pengangkatan seluruh kandung kemih harus dilaksanakan bila penyakit sudah
benart-benar ganas.
Radiasi
kobalt eksternal terhadap tumor yang invasif sering dilakukan sebelum bedah
untuk memperlambat pertumbuhan. Radiasi supervoltase dapat diberikan kepada
pasien yang fisikinya tidak kuat menghadapai bedah. Radiasi bukan kuratif dan
mutunya hanya sedikit dalam pengelolaan bila tumor tidak mungkin bisa
dioperasi. Radiasi internal jarang dipakai karena efeknya yang berbahaya.
Chemotherapy
merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin)
merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam
kandung kemih sebagai pengobatan topikal. Pasien dibiarkan menderita dehidrasi
8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam
kandung kemih selama dua jam.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
& TINDAKAN PADA PASIEN DENGAN
KANKER SALURAN KEMIH
1.
Cemas
/ takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker),
perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi,
persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan
tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung,
tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
-
Pasien
dapat mengurangi rasa cemasnya
-
Rileks
dan dapat melihat dirinya secara obyektif
-
Menunjukkan
koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan
Tindakan :
-
Tentukan
pengalaman pasien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya
-
Berikan
informasi tentang prognosis secara akurat
-
Beri
kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi.
Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai
-
Jelaskan
pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu pasien mempersiapkan diri dalam
pengobatan
-
Catat
koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan
dll
-
Anjurkan
untuk mengembangkan interaksi dengan support system
-
Berikan
lingkungan yang tenang dan nyaman
-
Pertahankan
kontak dengan pasien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
2.
Nyeri
(akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf,
infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek
samping therapi kanker ditandai dengan pasien mngatakan nyeri, pasien sulit
tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
-
Pasien
mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
-
Melaporkan
nyeri yang dialaminya
-
Mengikuti
program pengobatan
-
Mendemontrasikan
tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
Tindakan :
-
Tentukan
riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
-
Evaluasi
therapi : pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan pasien dan
keluarga tentang cara menghadapinya
-
Berikan
pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan
musik atau nonton TV
-
Menganjurkan
tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira,
dan berikan sentuhan therapeutik.
-
Evaluasi
nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
Kolaboratif
-
Disusikan
penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan pasien
-
Berikan
analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
3.
Gangguan
nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang
berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan
(anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress,
fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan pasien mengatakan
intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan
turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak
subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
-
Pasien
menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda
malnutrisi
-
Menyatakan
pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
-
Berpartisipasi
dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
Tindakan :
-
Monitor
intake makanan setiap hari, apakah pasien makan sesuai dengan kebutuhannya
-
Timbang
dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan
-
Kaji
pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis
-
Anjurkan
pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang
adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk pasien.
-
Kontrol
faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu
manis, berlemak dan pedas.
-
Ciptakan
suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga
-
Anjurkan
tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan
-
Anjurkan
komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami pasien
Kolaboratif
-
Amati
study laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
-
Berikan
pengobatan sesuai indikasi
Phenotiazine,
antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida
-
Pasang
pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
4.
Kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan
sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat
dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
-
Pasien
dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan
siap
-
Mengikuti
prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut
-
Mempunyai
inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan
-
Bekerjasama
dengan pemberi informasi
Tindakan :
-
Review
pengertian pasien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya
-
Tentukan
persepsi pasien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada pasien tentang
pengalaman pasien lain yang menderita kanker
-
Beri
informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan
informasi yang tidak diperlukan
-
Berikan
bimbingan kepada pasien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy
yang lama, komplikasi. Jujurlah pada pasien.
-
Anjurkan
pasien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang
penyakitnya
-
Review
pasien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal
-
Anjurkan
pasien untuk mengkaji membran mukosa mulut secara rutin, perhatikan adanya
eritema, ulcerasi
-
Anjurkan
pasien memelihara kebersihan kulit dan rambut
5.
Resiko
tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping
kemotherapi dan radiasi/radiotherapi
Tujuan :
-
Membrana
mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi
-
Pasien
mengungkapkan faktor penyebab secara verbal
-
Pasien
mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut
Tindakan :
-
Kaji
kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan pasien dan secara periodik
-
Kaji
rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar
di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah
-
Diskusikan
dengan pasien tentang metode pemeliharan oral hygine
-
Intruksikan
perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan
makanan yang keras
-
Amati
dan jelaskan pada pasien tentang tanda superinfeksi oral
Kolaboratif
-
Konsultasi
dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
-
Berikan
obat sesuai indikasi
Anagetik, topikal
lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation.
-
Kultur
lesi oral
6.
Resiko
tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal
(vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
Pasien menunjukkan keseimbangan
cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus,
capilarry ferill normal, urine output normal.
Tindakan :
-
Monitor
intake dan output termasuk keluaran yang tidak
normal seperti emesis, diare, drainse luka. Hitung keseimbangan selama
24 jam.
-
Timbang
berat badan jika diperlukan
-
Monitor
vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil
-
Kaji
turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada pasien
-
Anjurkan
intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu
-
Observasi
kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah,
adanya ekimosis dan pethekie
-
Hindarkan
trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah
Kolaboratif
-
Berikan
cairan IV bila diperlukan
-
Berikan
therapy antiemetik
-
Monitor
hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin
7.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder
dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif
Tujuan :
-
Pasien
mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi
-
Tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal
Tindakan :
-
Cuci
tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal
yang sama
-
Jaga
personal hygine pasien secara baik
-
Monitor
temperatur
-
Kaji
semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi
-
Hindarkan/batasi
prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur
Kolaboratif
-
Monitor
CBC, WBC, granulosit, platelets
-
Berikan
antibiotik bila diindikasikan
8.
Resiko
tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit
pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan,
penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
Tujuan :
-
Pasien
dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap
seksualitas
-
Mempertahankan
aktivitas seksual dalam batas kemampuan
Tindakan :
-
Diskusikan
dengan pasien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta
hubungannya dengan penyakitnya
-
Berikan
advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitas
-
Berikan
privacy kepada pasien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.
9.
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan
kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
-
Pasien
dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
-
Berpartisipasi
dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
Tindakan :
-
Kaji
integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati
penyembuhan luka.
-
Anjurkan
pasien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal
-
Ubah
posisi pasien secara teratur
Berikan
advise pada pasien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa
rekomendasi dokter
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung
Seto. 2007. 69-
85
Birowo & Rahardjo. Pembesaran Prostat Jinak. 2000.
http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht [diakses Juni 2008]
Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006.
http://www.emedicine.com.
[diakses 2 Juni 2008]
Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita
Pembesaran Prostat
Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145
Anonim. Normal Prostate and Benign Prostate Hyperplasia. 2008.
http://www_med_nyu_edu/healthwise/media/medical/nci/cdr0000462221/jpg.mht
[diakses 1 Juni 2008]
Kim & Belldegrun (eds). Urology Dalam Schwartz’s Manual Of
Surgery, 8th
Edition, Brunicardi et al (eds). USA: Mc Graw-Hill Medical
Publishing Division.
2006. 1036-1060
Suryawisesa, Malawat, Bustan. Hubungan Faktor Geografis Terhadap
Skor Gejala
Prostat Internasional (IPSS) Pada Komunitas Suku Makassar Usia
Lanjut Tahun
1998. Ropanasuri 1998; XXVI – 4; 1-10
Anonim. The Development of Benign Prostate Hiperplasia. 1998.
http://www_lef_org/magazine/graphics/pros1mar98_jpg.mht.[diakses 6
Juni 2008]
Sjamjuhidayat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
2005. 782-6
Pheonix 5. Transurethral Prostatectomy. 2002.
http://www_phoenix5_org/glossary/graphics-turp/NIDDK/gif.mht
[diakses 5 Juni
2008]
Doenges, Marilyn E, et all, Nursing
Care Plans : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edition
3, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1993
Long, Barbara C, Perawatan
Medikal Bedah, Alih Bahasa : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung 1996
Black, Joyce M & Esther
Matassarin-Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Continuity of Care, Edisi 5, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997
Alfaro, R. (1986). Application
of Nursing Proces : Step by Step Guide, Philadelphia : J.B. Lipincot
Company.
Donna D. Ignatavius,
Kathy A.H, (1997), Medical Surgical Nursing, 2nd Edition,
W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Doenges
M.E. (1989), Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2
nd ed ), . Philadelpia, F.A. Davis Company.
Luckmann,
J (1997), Saunders Manual Of Nursing Care, W.B. Saunders Co,
Philadelphia.
Long;
BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing
Process Approach, St. Louis. Cv. Mosby Company.
Luckman
N Sorensen, (1994), Medical Surgical Nursing, Fourth edition, W.B.
Saunders Co., Philadelphia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar